Berbusana yang Aman bagi Perempuan
NU Bogor - Saya lumayan lama merenung, harus bagaimana perempuan berbusana atau berpakaian. Sebab perempuan di mana-mana rentan kejahatan. Termasuk selama ini yang ditimbulkan dari cara berbusana. Bagi sebagian besar orang berpandangan bahwa kejahatan yang menimpa perempuan itu diakibatkan karena perempuan itu sendiri, maksudnya karena cara berpakaian mereka yang 'terbuka.' Berbusana ketat, pakaian yang transparan, pakaian mini dan sejenisnya.
Pandangan itu saya timbang-timbang; tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar. Sebab bukan rahasia lagi jika di sebuah negara yang punya tradisi berbusana serba tertutup bagi perempuan ternyata tidak sampai membuat angka kejahatan menurun. Dari dua pandangan tersebut lahirlah persepsi bahwa terjadinya kejahatan terhadap perempuan bukan atas dasar cara berpakaian tetapi lebih kepada otak/pikiran jahat para laki-laki.
Mari kita ulas lebih lanjut. Dalam konteks Indonesia, parameter kesopanan dalam berbusana sangat beragam. Apalagi para ulama tafsirpun berbeda pandangan tentang batas aurat perempuan. Hal ini jugalah yang membuat salah seorang ulama tafsir terkemuka Indonesia, Prof. Dr. M Quraish Shihab tidak menekankan kewajiban berjilbab pada putri-putrinya. Kita kenal misalnya Najwa Shihab, salah satu putri Prof. Quraish yang tidak berjilbab.
Sekadar berikhtiar untuk bagaimana berbuasana yang 'aman' bagi perempuan, saya lebih memilih jika perempuan sebaiknya memakai jilbab. Tak pandang agama dan latar belakangnya apa. Saya juga memilih agar perempuan berjilbab dengan tidak berlebihan. Tidak perlu berjilbab yang terlalu panjang, warna mencolok dan memakai cadar. Pakailah jilbab yang berwarna kalem, tidak transparan dan kalau memungkinkan yang menutupi dada.
Saya hanya memberi pandangan ya, bukan memaksa dan apalagi sampai melarang perempuan yang belum berjilbab. Saya berpendapat dalam konteks bahwa hidup itu pilihan. Dan kehatian-hatian dalam hidup itu sangat diutamakan, apalagi bagi perempuan. Mengingat potensi kejahatan dewasa ini sangat rentan terjadi tak lekang waktu dan tempat.
Setelah berjilbab, saya punya saran agar teman-teman perempuan memakai baju yang tidak mencolok, ketat dan transparan. Pakailah baju yang proporsional, tidak terlalu ketat dan tidak terlalu longgar. Tidak mesti memakai baju selalu polos. Silakan variatif, dengan segala macam desain dan motif. Keindahan itu memang perlu tapi bukan berarti berlebihan. Pakailah baju yang bawahannya agak panjang sekira di atas lutut.
Sekali lagi ini hanya saran, bukan pembatasan. Kenapa saya memilih memakai baju yang bawahannya agak panjang di atas lutut, ini agar perempuan bisa leluasa bisa memakai rok maupun celana. Yang penting juga dipertimbangkan adalah soal kosmetik agar tidak terlalu mencolok warnanya. Gaya berbicara tidak dibuat-dibuat, berikut cara berjalan. Terkait dengan cara berjalan, pilihlah sandal atau sepatu yang hak-nya tidak terlalu tinggi. Penggunaan perhiasan juga jangan berlebihan.
Nah catatan ini sekaligus ingin memberi pengingat kepada para Muslimah hijabers sosialita. Mereka para perempuan berhijab dan berpakaian serba panjang, serba satu warna, kosmetik yang mencolok, apalagi sampai berkacamata (yang aneh-aneh), bergaya hidup mewah, ke mall-mall, arisan dll, sebaiknya cara berbusana dan gaya hidupnya diperbaiki. Ini perbaikan untuk kita semua, terutama kepada perempuan yang dinugerahi wajah yang cantik.
Insya Allah ini hanya dalam rangka saling mengingatkan dalam kebaikan. Tidak ada maksud apa-apa, apalagi mencampuri urusan perempuan. Catatan ini ada kebaikan silakan diambil, jika tidak diketemukan kebaikan ya lewat saja sambil lalu. Hehe. Ini adalah ikhtiar saya agar para perempuan bisa berada dalam keadaan yang aman. Tidak memancing kegarangan para hidung belang. Dan memang para laki-laki juga harus bisa lebih memuliakan perempuan, mulai dari pikiran sampai perbuatan. Wallaahu a'lam
Penulis, Mamang M Haerudin (Aa)
Berbusana yang Aman bagi Perempuan
Reviewed by Global Network
on
Maret 13, 2018
Rating:
Tidak ada komentar: